Sebuah operasi penegakan hukum berskala masif yang dikoordinasikan oleh Interpol telah berhasil membongkar berbagai jaringan kejahatan siber dan penipuan di seluruh benua Afrika. Dalam operasi yang berlangsung selama tiga bulan, lebih dari 1.200 orang yang diduga terlibat dalam serangan ransomware, penipuan online, dan skema Business Email Compromise (BEC) berhasil ditangkap.
Operasi bertajuk “Serengeti 2.0” ini tidak hanya menyoroti skala ancaman siber yang berkembang pesat di Afrika, tetapi juga menunjukkan adanya hubungan erat antara kejahatan siber dengan kejahatan terorganisir lainnya, seperti penipuan investasi hingga perdagangan manusia.
Skala dan Hasil Operasi Serengeti 2.0
Operasi Serengeti 2.0 dilaksanakan dari bulan Juni hingga Agustus 2025 dan membuahkan hasil yang signifikan. Para investigator melaporkan beberapa pencapaian utama, antara lain:
- Lebih dari 1.200 tersangka berhasil ditangkap.
- Hampir $97,4 juta dana yang dicuri berhasil dipulihkan.
- Lebih dari 88.000 korban di seluruh dunia teridentifikasi.
Operasi ini menargetkan berbagai bentuk kejahatan siber yang paling merusak, termasuk serangan ransomware yang melumpuhkan sistem, berbagai jenis penipuan online, dan skema BEC yang menargetkan kalangan bisnis.
Studi Kasus: Pembongkaran Operasi Kriminal di Berbagai Negara
Keberhasilan Operasi Serengeti 2.0 tercermin dalam berbagai penggerebekan dan penangkapan yang dilakukan di sejumlah negara.
Angola: Penutupan Pusat Penambangan Kripto Ilegal
Di Angola, pihak kepolisian berhasil menutup 25 pusat penambangan mata uang kripto ilegal yang diduga dioperasikan oleh 60 warga negara Tiongkok. Dalam operasi ini, pihak berwenang menyita:
- Peralatan penambangan dan IT senilai lebih dari $37 juta.
- Pembangkit listrik ilegal yang selama ini mencuri daya dari jaringan listrik nasional.
Pemerintah Angola berencana untuk menggunakan kembali peralatan yang disita tersebut untuk memperkuat distribusi listrik di area-area yang rentan, sebuah langkah positif dari hasil penegakan hukum.
Zambia: Pemberantasan Penipuan Investasi dan Perdagangan Manusia
Otoritas di Zambia berhasil membongkar skema penipuan investasi skala besar yang telah menipu 65.000 korban dengan total kerugian diperkirakan mencapai $300 juta. Para pelaku menggunakan platform mata uang kripto palsu untuk menjerat para korbannya. Polisi menangkap 15 tersangka dan menyita domain, nomor ponsel, serta rekening bank yang terkait dengan penipuan tersebut.
Dalam penggerebekan terpisah di Lusaka, petugas juga berhasil mengganggu jaringan yang dicurigai sebagai sindikat perdagangan manusia dan menyita ratusan paspor palsu dari tujuh negara berbeda. Temuan ini menunjukkan adanya konvergensi yang mengkhawatirkan antara kejahatan siber dengan kejahatan terorganisir transnasional.
Analisis Interpol: Tren dan Kerentanan Keamanan Siber di Afrika
Interpol telah berulang kali menyoroti tantangan keamanan siber yang dihadapi oleh benua Afrika seiring dengan kemajuan teknologinya.
Paradoks Pertumbuhan Teknologi
Dalam laporan sebelumnya, Interpol menyatakan bahwa pertumbuhan teknologi yang pesat di Afrika—terutama di sektor keuangan dan e-commerce—telah menciptakan peluang baru yang dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan siber.
Standar Keamanan yang Lemah
Di sisi lain, standar keamanan siber yang masih lemah membuat infrastruktur kritis seperti perbankan dan lembaga pemerintah menjadi sangat rentan terhadap serangan. Hal ini mengakibatkan pelanggaran data, kerugian finansial, dan gangguan perdagangan yang signifikan.
Afrika Barat sebagai Hotspot Baru
Pada bulan Agustus, Interpol juga memperingatkan bahwa Afrika Barat mulai muncul sebagai hotspot untuk “kompleks kejahatan siber” (cybercrime compounds). Pola ini meniru apa yang terjadi di Asia Tenggara, di mana kelompok-kelompok kriminal menjalankan pusat penipuan skala besar dan seringkali mengeksploitasi para pekerja dalam kondisi kerja paksa.
Keterlibatan Internasional dan Penegakan Hukum
Masalah kejahatan siber di Afrika juga menarik perhatian internasional. Pada bulan Juni, pengadilan Nigeria menjatuhkan hukuman penjara kepada sembilan warga negara Tiongkok karena menjalankan sindikat yang merekrut anak-anak muda Nigeria untuk terlibat dalam skema penipuan online. Menanggapi hal ini, duta besar Tiongkok untuk Nigeria mengusulkan pengiriman tim kerja ke negara tersebut untuk menyelidiki kejahatan siber yang dilakukan oleh warga negaranya di kawasan itu.
Kesimpulan
Operasi Serengeti 2.0 merupakan sebuah kemenangan signifikan dalam perang melawan kejahatan siber di Afrika. Namun, operasi ini juga secara gamblang mengungkap skala, kecanggihan, dan sifat transnasional dari jaringan kriminal yang beroperasi di benua tersebut. Insiden-insiden yang terungkap menunjukkan bahwa kejahatan siber modern tidak lagi berdiri sendiri; ia saling terkait erat dengan sabotase ekonomi, penipuan finansial masif, hingga kejahatan kemanusiaan seperti perdagangan manusia. Keberhasilan ini harus menjadi momentum bagi negara-negara di Afrika untuk memperkuat postur keamanan siber, meningkatkan standar perlindungan infrastruktur kritis, dan mempererat kerja sama internasional.
Poin Kunci Pembelajaran
- Konvergensi Kejahatan Siber dengan Kejahatan Terorganisir: Insiden di Zambia, yang menghubungkan penipuan investasi dengan perdagangan manusia, membuktikan bahwa kejahatan siber seringkali menjadi fasilitator atau bagian dari operasi kriminal yang lebih luas.
- Dampak Ekonomi dan Infrastruktur: Kasus di Angola, di mana penambangan kripto ilegal mencuri daya dari jaringan listrik nasional, menunjukkan bagaimana kejahatan siber dapat secara langsung merugikan infrastruktur vital sebuah negara.
- Pertumbuhan Teknologi Harus Diimbangi Keamanan: Analisis Interpol menegaskan bahwa adopsi teknologi finansial dan e-commerce yang pesat harus diimbangi dengan investasi yang sepadan dalam penguatan standar keamanan siber untuk mencegah eksploitasi.
- Pola Global Kejahatan Siber: Munculnya “cybercrime compounds” di Afrika Barat yang meniru pola di Asia Tenggara menunjukkan bahwa taktik dan model operasi kejahatan siber bersifat global dan dapat direplikasi dengan cepat di wilayah baru yang dianggap rentan.
Referensi Berita
- Artikel ini diadaptasi dari pengumuman resmi Interpol pada hari Jumat, 22 Agustus 2025, mengenai hasil Operasi Serengeti 2.0.














